RSS

Peningkatan keterampilan berbicara (speaking) mahasiswa jurusan bahasa inggris melalui listening exercise model (LEM)*

02 May

 By: Masitowarni Siregar

Abstract
The aim of the research is to increase the students’ speaking skill  through  the application of Listening Exercise Model.  The subjects of this research were 38 students of    the first semester  of English   Educational  Study    Program    in 2010/2011  acdemic year, taking   Speaking    I.This action   research followed Hopkins  Model: planning, action,  observation  and   replanning. Observation      sheet  and   interview were    utilized   to  gather  the  data. The   finding of the  research  is  the  students’ speaking  I  scores  increase 17.49  from  Pretest   to Posttest. It is   recommended   that   teachers  use   this  model to teach English Speaking Subject.
Kata kunci: Listening Exercise Model , Speaking.

PENDAHULUAN

Secara normatif dan ideal, lulusan Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FBS Unimed diharapkan mempunya keterampilan berbicara (Speaking)  yang memadai dan relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan stakeholder ketika mereka bekerja di pasar kerja seperti sekolah, perusahaan, maupun wirausaha yang berhubungan dengan penggunaan Bahasa Inggris (Kurikulum KBK Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, 2007).
Menyadari hal tersebut, Prodi, sebagai satu lembaga pendidikan terdepan di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris  merancang dan mengembangkan kurikulum Bahasa Inggris dengan mendisain kemampuan dan keterampilan berbicara (Speaking) dengan substansi dan porsi yang memadai yang memungkinkan mahasiswa dan lulusan mampu berkomunikasi lisan dengan baik dan benar secara tekstual dan kontekstual. Untuk kurikulum Matakuliah Berbicara (Speaking) dirancang dengan jumlah sks sebanyak 10 sks dengan rincian Speaking I, II, III, IV, dan V. Di samping itu, matakuliah yang juga mendukung kualitas kemampuan dan keterampilan berbicara (Speaking) mahasiswa diwujudkan dengan matakuliah Speech (Kurikulum KBK Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, 2007).
           Berkenaan dengan permasalahan di atas, pengajaran ini bertujuan untuk:
1) Untuk mengetahui efektivitas Listening Exercise Model (LEM) dalam meningkatkan kemampuan berbicara (speaking) mahasiswa.

Hasil pengajaran ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

  1. kepada dosen-dosen pengampu mata kuliah, khususnya berbicara (speaking) agar dapat menerapkan pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam proses belajar mengajar khususnya matakuliah berbicara (speaking).
  2. kepada mahasiswa secara umum, sebagai sumber pengalaman dan hasil belajar yang lebih baik terutama dalam mata kuliah-mata kuliah yang berkaitan dengan kemampuan berbicara (speaking).
  3. sebagai bahan rekomendasi kepada institusi untuk membuat kebijakan tentang peningkatan kompetensi lulusan.
  4. Sebagai bahan rekomendasi untuk mendorong staf pengajar untuk meningkatkan kemampuan metode dan strategi pembelajarannya.
Hakikat Pembelajaran Speaking melalui Listening Exercise Model (LEM)
Keterampilan mendengarkan (Listening) merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa (Speaking, Listening, Reading, dan Writing). Namun dalam proses berkomunikasi lisan keteramplan berbicara (Speaking) tidak dapat dilepaskan dengan keterampilan menderangkan (Listening). Artinya kemampuan dan kualitas serta kuantitas seseorang dalam berkomunikasi interaktif dengan lawan bicara sangat tergantung dan dipengaruhi oleh kemampuannya menyerap, menyimak informasi yang disampaikan oleh lawan bicara (Larsen, 1991); (Nunan, 1997).
Dalam konteks ini ada saling keterkaitan dan ketergantungan antara dua keteramplan tersebut dalam suatu peristiwa komunikasi interaktif dengan lawan bicara. Dengan kata lain, seseorang akan dapat memberikan balikan informasi kepada lawan bicara dengan baik dan benar bila dia mampu mendengarkan dan memahami secara  baik dan benar apa yang diutarakan oleh lawan bicaranya. Ini artinya kemampuan berbicara (speaking) sangat dipengaruhi oleh kemampuan mendengarkan (listening) dan sebaliknya. Maka dari dalam banyak hal baik secara teortis, empiris dan faktual, kedua keterampilan tersebut diajarakan secara integrated, dan sering dalam satu paket matakuliah misalnya dengan nama Listening-Speaking.
           Berkatian dengan keterampilan Listening – Speaking saling berhubungan dan hubungan tersebut bersifat reciprocal, secara teoritis dalam proses pembelajaran kedua keterampilan berbahasa tersebut dapat diajarkan secara simultan dan terintegrasi.  Artinya bila mengajarkan keterampilan berbicara (speaking) dapat dilakukan dengan mengajar keterampilan mendengarkan (listening). Atau bila ingin mengajarkan listening dapat dimulai dengan mengajarkan keterampilan berbicara kemudian mahasiswa menyimak dan memahami apa yang didengar sebelumnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Larsen (1994) mengatakan untuk melatih mahasiswa agar berani dan  mampu berbicara, mereka harus dimotivasi dan diberi stimulus atau rangsangan  melalui kegiatan lain yang memungkinkan mereka untuk berbicara. Kegiatan lain tesebut adalah melatih mahasiswa untuk mendengarkan bahasa lisan dengan tema/topik tertentu, kemudian dengan sumber informasi tersebut mereka mencoba dan berani untuk berbicara. Dengan demikian model Listening Exercise Model (LEM) dapat digunakan sebagai strategi atau teknik mengajar keterampilan berbicara (speaking) melalui latihan mendengarkan (listening exercise model).  Dalam konteks ini kemampuan listening bukan menjadi tujuan akhir strategi Listening Exercise Model (LEM) tetapi hanya sebagai model untuk memungkinkan mahasiswa menyerap informasi dan menceritkan, mengomentari, dan juga menjustifikasi apa yang telah didengar dalam bentuk bahasa lisan (oral). Menceritakan kembali (retelling dengan kata-kata sendiri), mengomentari dan  atau menjustifikasi adalah berbicara itu sendiri.
Sejalan dengan hal itu, Ying dan Jingvi (1999) menambahkan bahwa  Listening Exercise Model (LEM) penerapan strategi dan atau model pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan karakteristik mahasiswa pemula, mahasiswa intovet,  yang kurang termotivasi dan memiliki kemampuan awal Bahasa Inggris yang rendah. Untuk itu Listening Exercise Model (LEM) sangat relevan bagi mahasiswa tingkat awal.  Melaui model ini mahasiswa diasumsikan akan mampu berbicara karena mereka telah memiliki informasi melalui kegiatan  Listening Exercise Model (LEM). Namun demikian, informasi yang diperoleh sebagai sumber untuk berbicara bagi mahasiswa sangat beragam secara kualitas dan kuantitas walaupun tema/topik yang didengarkan sama. Kondisi inilah juga merupakan kelebihan dan daya tarik dari model Listening Exercise Model (LEM) ini.
           Sejalan dengan pendapat di atas, Harmer (2003) berpendapat bahwa melalui model Listening Exercise Model (LEM) ini mahasiswa tidak saja mampu berbicara dari apa yang telah mereka dengarkan sebelumnya, tetapi strategi sangat membantu mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pengusaaan kosa kata, tata bahasa maupun pelafalan mahasiswa. Hal ini terjadi apa yang mereka katakan merupakan hasil modifikasi dan improvisasi menurut gaya masing-masing mahasiwa.
Hakekat Berbicara (Speaking)
Kemampuan menggunakan bahasa secara oral (spoken language) mereupakan kemampuan bahasa yang paling intens digunakan oleh pemakai bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pembicaraan tersebut dapat dalam bentuk diskusi, pidato, debat, beragumentasi, berdialog ataupun percakapan, storytelling, retelling dan sebgainya. Pemakai bahasa menggunakan bahasa oral pada kenyataan mereka ingin mengutarakan  keinginannya, perasaaanya, pikirannya dengan orang lain agar orang dapat memahaminya dan mengerti apa yang diutarakan.
Speight (1989) mengatakan bahwa berbicara atau komunikasi lisan merupakan pertukaran gagasan atau informasi antara dua belah pihak atau lebih yang terlibat di dalamnya. Lebih lanjut  Speight juga berpendapat bahwa berbicara merupakan bentuk komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih dengan topik tertentu. Ini berarti bahwa berbicara melibatkan dua pihak atau partisipan di mana akan terjadi saling interaksi antar mereka.
Kemudian, Killen (1998) mengatakan bahwa berbicara (speaking) adfalah suatu aktivitas untuk mengutarakan ekpresi, gagasan, ide, pendapat, perasaan dengan menggunakan bahasa lisan atau bicara sendiri. Sejalan dengan Killen, Nunnan (1997) mengatakan bahwa speaking adalah suatu proses komunikasi di mana tujuannya adalah menukar informasi atau berita, pikiran, gagasan atau persaan dengan orang lain baik secara formal maupun informal. Dalam konteks ini, dia juga menekankan bahwa yang paling penting dalam berbicara (speaking) adalah  sampainya pesan dan informasi dari pembicara (speaker) ke pendengar (listener) dan pendengar mampu memberikan feedback bila diperlukan. Dari sudut yang agak berbeda, Costinet (1997) menambahkan bahwa speaking adalah percakapan atau komunikasi secara  langsung tanpa teks atau transkrip.
Sejalan dengan pa yang dikatakn Nunan, Morely (1992) menambahkan bahwa  yang juga esensial dalam  proses berbicara (speaking) adalah adanya partisipasi atau orang yang diajak berbicra dan mereka mampu memahami serta memberikan respons sesuai dengan  topic/tema dan konteks pembicaraan. Hal ini penting terjadi kerana  pembicaraan akan terjadi dan berlangsung (flow like a pingpong) bila ada respon dari lawan bicara.
Dengan demikian, keterampilan berbicara (speaking) merupakan keterampilan dan kemampuan yang bersifat aktif-produktif . Sesuai dengan penryataan pada paragraph di atas. Nurgiyantoro (1995) mengatakan bahwa berbicara (speaking) suatu keterampilan berbahasa untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan perasaan, serta pengalaman dan sebagainya oleh pembicara (speaker)-aktif produktif kepada pihak lain atau lawan bicara secara lisan (encoding) dan terjadi proses take and give.
Speight (1989) juga memiliki paendapat yang senada dengan Morely, dimana dia berpendapat bahwa berbicara (speaking) dalam komunikasi lisan merupakan pertukaran gagasan atau informasi antara beberapa pihak yang terlibat dalam proses komunikasi itu sendiri dengan tema atau topic yang beragam. Dia menambahkan  bahwa pihak yang terlibat dalam proses berbicara (speaking) paling tidak ada dua orang dengan membicaran suatu tema atau topik tertentu

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa jurusan bahasa dan sastra inggris yang mengambil matakuliah speaking 1 Semester Ganjil TA 2010/2011. Tempat penelitian dilakukan pada Ruang Kuliah Jurusan bahasa dan sastra Inggris yaitu R.B 01 FBS Unimed, yang diaksanakan pada Hari Kamis pukul 12.00 – 14.00. Penelitian bertujuan meningkatkan mutu pembelajaran matakuliah  speaking 1 melalui listening exercise model. Proses upaya peningkatan mutu pembelajaran mengikuti model Hopkins (1993:48) yaitu: siklus perencanaan, aksi (tindakan), observasi (pengamatan), dan refleksi terhadap tindakan, dan perencanaan ulang (revisi rencana dan revisi tindakan).
Teknik pengumpulan data yang dilakukan berpedoman pada penelitian kualitatif dan kuantitatif.  Pengumpulan data dengan paradigma penelitian kualitatif menggunakan lembar observasi, pengumpulan berbagai dokumen, dan pengamatan. Kegiatan utama dari setiap alat yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data memiliki tujuan yang sama dalam aspek yang berbeda. Paradigma kuantitatif digunakan untuk data hasil belajar mahasiswa sesuai dengan kompetensi yang dituliskan dalam bentuk tes kognitif dan psikomotorik. Tes kognitif dan psikomotorik mahasiswa adalah seperangkat tes lisan. Penelitian ini dilaksanakan pada mahasiswa jurusan PTB yang mengambil matakuliah
Metode Pengembangan Pembelajaran Speaking Melalui Listening Exercise Model (LEM).
Sesuai dengan landasan teoritis mengenai Listening Exercise Model (LEM) sebagai stretegi dan atau  teknik pembelajaran berbicara (speaking), Ying dan Jingvi (1999) mengaajukan ada lima langkah utama dalam pengembangan Listening Exercise Model (LEM) sebagai metode atau teknik pembelajaran berbicara (speaking).
              Kelima langkah tersebut adalah:a. Pertama, dosen mengoperasikan tape/CD yang berisi materi/topik Listening yang menjadi sumber informasi mahasiswa untuk berbicara. Materi Listening ini dikembangkan sesuai dengan tingkat  atau grade mahaaiswa dengan tetap mengacu pada kurikulum, GBPP yang ada. Dosen dapat melakukan variasi dan pengayaan bahan listening yang relevan.Kedua, mahasiswa  mendengarkan materi Listening yang diberikan atau disajikan dosen dengan cara seksama hingga materi tersebut selesai disajikan/diputar. Dalam kegiatan ini mahasiswa dapat bekerja secara kelompok kecil atau individual hal ini tergantung dengan rancangan dosen.  Selama proses mendengarkan mahasiswa dapat membuat catatan atau note sebagai referensi untuk berbicara. Ketiga, setelah selesai mendengarkan mahasiswa menganalisis dan mendikusikannya dalam kelompok (bila kelompok) apa yang telah didengar. Sesudah itu mereka menulis draf jika diperlukan untuk mempermudah berbicara untuk disampaikan di kelas. Keempat, mahasiswa siap menyajikan atau berbicara apa yang telah mereka dengar dalam bentuk retelling, pharaprasing, question and answer, disucssion, dan sebagainya. Model-model berbicara tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan racanngan pembelajaran yang dibuat dosen. Kelima/terakhir, dosen mengulang-ulang beberapa kali tape/CD (2-3 kali) untuk mengetahui progres keterampilan berbicara mahasiswa sesuai dengan rancangan pengajaran dosen. Kemudian dosen menilai keterampilan berbicara mahasiswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil implementasi kegiatan penelitian ini,  diuraikan dalam tahapan siklus pembelajaran di kelas. Tahapan siklus yang dilakukan sebagai berikut:

Siklus Pertama (dua Pertemuan)

Siklus pertama terdiri atas empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan repleksi serta replanning. Adapun implementasi yang dilakukan yaitu:
a). Perencanaan (Planning).Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan perencanaan yang harus dilakukan sebelum pembelajaran. Adapun usaha dalam kegiatan tersebut yaitu:1) Melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari mata kuliah Speaking I. 2) Membahas dan membuat tes untuk mengukur kompetensi dasar. 3) Membuat dan mengetahui nama-nama mahasiswa yang mengambil matakuliah Speaking 1untuk membuat kelompok kerja.4) Membuat rencana pembelajaran5) Mempersiapkan materi matakuliah.
b) Pelaksanaan (Acting). Pada siklus pertama penelitian ini dilakukan dua kali pertemuan dengan materi pelajaran tentang descriptive text. Setiap pembelajaran dibagi atas tiga tahap yaitu: tahap pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup. Pada tahap pendahuuan disampaikan tujuan perkuliahan, memotivasi siswa tentang pentingnya materi yang dipelajari, membangkitkan pengetahuan awal mahasiswa, menjelaskan tugas yang dikerjakan. Tahap pendahuluan ini membutuhkan waktu sekitar 15 menit.
Pada tahap inti, dilakukan pelaksanaan perkuliahan Listening Exercise Model , yang diawali dengan tes awal (pretes) sebelum masuk materi kuliah. Kemudian peneliti  memperkenalkan model pembelajaran yang akan dilaksanakan, dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya tentang pembelajaran tersebut.
Dosen menyuruh kelompok kecil/setiap mahasiswa  membuat catatan/note taking mengenai frase/kata penting dalam materi yang didengar sebagai acuan/referensi untuk berbicara.  Dosen menyuruh kelompok kecil/setiap mahasiswa  membuat draf materi berbicara dengan mengacu pada  frase/kata yang sudah ditulis untuk memudah/memfasiltiasi mereka berbicara.
Sesudah itu, dosen menyuruh wakil kelompok/mahasiswa untuk latihan berbiciara sesuai dengan kemampuan dari apa yang sudah didengar. (Dalam hal ini dosen menyuruh kelompok kecil/mahasiswa berbicara secara bergiliran dan dosen mencatat dan menilai kualitas berbicara mahasiswa dengan merujuk pada materi utama yang diputar melalui tape/CD.) Dosen  memutar kembali materi dalam tape/CD secara berulang-ulang (2-3 kali) putaran untuk mengetahui progress perkembangan berbicara mahasiswa dengan urutan langkah ke 3- 5. Dosen menilai tingkat/kemampuan berbicara mahasiswa setiap putaran/sesi guna mengetahui fase-fase perkembangan berbicara mereka dengan membuat grafik pencapaian berbicara mahasiswa hingga jumlah yang sesuai dengan rancangan pembelajaran.
Lebih lanjut mahasiswa melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing dan menyusun hasil diskusinya. Pada saat mahasiswa melakukan aktivitas secara berkelompok, peneliti memantau aktivitas tersebut sambil mengisi lembar pengamatan aktivitas. Apabila ada kelompok yang mengalami kendala dalam melaksanakan pembelajaran, peneliti memberikan bantuan agar aktivitas terus berjalan.
Pada bagian penutup, peneliti melakukan refleksi dengan menyimpulkan materi kuliah yang baru  didiskusikan.Dosen selanjutnya memberitahukan mahasiswa bahwa pembelajaran untuk pertemuan berikutnya mengikuti langkah seperti yang telah dilakukan dengan topik yang berbeda.
c) Observasi dan evaluasi (Observation and evaluation). Kegiatan observasi dilaksanakan selama proses perkuliahan berlangsung. Hasil observasi pada siklus pertama, skor pretes dan postes dengan materi vektor disajikan berikut:
Tabel2
d) Refleksi dan Perencanaan Ulang (Refection and Replanning).
Berdasarkan hasil dan uraian pada siklus pertama kegiatan penelitian ini, maka dilakukan perencanaan ulang untuk pelaksanaan pembelajaran siklus kedua. Adapun beberapa kelemahan yang terjadi pada pembelajaran siklus pertama dengan keterampilan mengekspresikan makna dalam descriptive teks yaitu: 1) Mahasiswa belum terbiasa dengan kondisi pembelajaran dengan listening excercise model . Mereka belum antusias dalam perkuliahan. 2) Hasil evaluasi pada siklus pertama mencapai skor postes sebesar 69,75. 3) Masih ada mahasiswa yang belum menyelesaikan tugas pada waktu yang ditentukan. 4) Masih ada mahasiswa yang kurang mengerti terhadap materi kuliah khususnya tentang descriptive teks. 5) Masih ada mahasiswa yang kurang paham tentang proses perkuliahan menggunakan listening exercise model.
Siklus Kedua (dua Pertemuan)
Siklus kedua terdiri atas empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan repleksi serta replanning. Adapun implementasi yang dilakukan pada siklus kedua diuraikan sebagai berikut:
a). Perencanaan (Planning).        Pada tahap kedua peneliti melakukan kegiatan perencanaan yang dilakukan berdasarkan pada siklus pertama. Adapun usaha dalam kegiatan tersebut yaitu: 1)  Memberikan motivasi kepada mahasiswa agar lebih berpartisipasi dalam perkuliahan. 2) Lebih intensif membimbing mahasiswa/kelompok mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam perkuliahan 3) Memotivasi mahasiswa untuk menggunakan rubrik spekaing scoring untuk narrative teks 4) Memberikan pengakuan atau penghargaan kepada mahasiswa atau kelompok yang mampu mengikuti perkuliahan.
b) Pelaksanaan (Acting)
Pada siklus kedua penelitian ini dilakukan dua kali pertemuan dengan kompetensi mengungkapkan makna dalam procedure teks. Setiap pembelajaran dibagi atas tiga tahap yaitu: tahap pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup. Pada tahap pendahuluan disampaikan tujuan perkuliahan, memotivasi siswa tentang pentingnya materi yang dipelajari, membangkitkan pengetahuan awal mahasiswa, menjelaskan tugas yang dikerjakan. Tahap pendahuluan ini membutuhkan waktu setikat 15 menit.
Pada tahap inti, dilakukan pelaksanaan perkuliahan menggunakan listening exercise model. Sebelum mengaplikasikan listening exercise model, dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya tentang kendala pembelajaran dengan menggunakan listening exercise model tersebut. Dosen menyuruh kelompok kecil/setiap mahasiswa  membuat catatan/note taking mengenai frase/kata penting dalam materi yang didengar sebagai acuan/referensi untuk berbicara.  Dosen menyuruh kelompok kecil/setiap mahasiswa  membuat draf materi berbicara dengan mengacu pada  frase/kata yang sudah ditulis untuk memudah/memfasiltiasi mereka berbicara.
Sesudah itu, dosen menyuruh wakil kelompok/mahasiswa untuk latihan berbiciara sesuai dengan kemampuan dari apa yang sudah didengar. (Dalam hal ini dosen menyuruh kelompok kecil/mahasiswa berbicara secara bergiliran dan dosen mencatat dan menilai kualitas berbicara mahasiswa dengan merujuk pada materi utama yang diputar melalui tape/CD.) Dosen  memutar kembali materi dalam tape/CD secara berulang-ulang (2-3 kali) putaran untuk mengetahui progress perkembangan berbicara mahasiswa dengan urutan langkah ke 3- 5. Dosen menilai tingkat/kemampuan berbicara mahasiswa setiap putaran/sesi guna mengetahui fase-fase perkembangan berbicara mereka dengan membuat grafik pencapaian berbicara mahasiswa hingga jumlah yang sesuai dengan rancangan pembelajaran.
Lebih lanjut mahasiswa melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing dan menyusun hasil diskusinya. Pada saat mahasiswa melakukan aktivitas secara berkelompok, peneliti memantau aktivitas tersebut sambil mengisi lembar pengamatan aktivitas. Apabila ada kelompok yang mengalami kendala dalam melaksanakan pembelajaran, peneliti memberikan bantuan agar aktivitas terus berjalan.
Pada bagian penutup, peneliti  memberikan remedial teaching bersama-sama mahasiswa membahas dan mengetahui esensi utama dari materi yang telah diputar dalam kaset/CD. Dosen selanjutnya memutar kembali untuk terakhir kalinya guna memastikan kembali esensi utama dari materi yang dipelajari.
c) Observasi dan evaluasi (Observation and evaluation).
Kegiatan observasi dilaksankaan selama proses perkuliahan berlangsung. Selama observasi, peneliti mencatat kegiatan proses. Lebih lanjut dilakukan pembelajaran dengan listening exercise model untuk materi narrative teks. Pembelajaran untuk materi narrative teks ini dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan, dan diakhir dengan posttest. Adapun hasil skor posttest mahasiswa pada siklus pertama dengan materi differensial diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.3. Skor Postest Pada Siklus Kedua
Tabel3
Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa skor posttest 38 orang mahasiswa untuk matakuliah speaking I. Hasil postest yang diperoleh mahasiswa tentang materi differensial, diperoleh nilai rata-rata sebesar 75,10 dengan standar deviasi sebesar 12,24. Nilai skor minimum postest yang diperoleh mahasiswa sebesar 37 dan skor maksimum sebesar 92 dengan nilai median sebesar 75,00 dan modus 57. Dari data ini menunjukkan bahwa keterampilan mahasiswa dalam mengungkapkan makna dalam procedure teks meningkat dibandingkan dengan skor pretest.
d) Refleksi (Refection).
Adapun keberhasilan yang diperoleh pada siklus kedua yaitu sebagai berikut: 1) Mahasiswa sudah semakin memahami langkah-langkah listening exercise model. 2) Mahasiswa semakin terbiasa memakai rubrik dalam berbicara3) Mahasiswa sudah lebih berpartisipasi dalam kegiatan perkuliahan 4) Semakin meningkatnya pemahaman mahasiswa terhadap materi narrative teks sekaligus mengungkapkan makna dalam narrative teks.
Dari hasil penelitian pada siklus pertama, menunjukkan bahwa terdapat perubahan pemahaman kognitif (kompetensi) mahasiswa dalam keterampilan mengungkapkan makna dalam narrative teks dengan menerapkan listening exercise model. Selisih skor rata-rata postest siklus I dengan skor rata rata-rata pretest diperoleh sebesar 12,14. Selisih skor ini belum menunjukkan perubahan yang besar. Untuk meningkatkan perubahan tersebut, melalui pembelajar listening exercise model, diberikan tugas-tugas untuk dikerjakan oleh para mahasiswa. Melalui latihan dan diskusi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Hasil menunjukkan bahwa melalui listening exercise model, dimana mahasiswa dalam kelompok kecil   Dosen mengoperasikan tape/CD yang berisi materi/topik Listening yang menjadi sumber informasi mahasiswa untuk berbicara, Dosen menyuruh kelompok kecil/setiap mahasiswa  membuat catatan/note taking mengenai frase/kata penting dalam materi yang didengar sebagai acuan/referensi untuk berbicara.  Dosen menyuruh kelompok kecil/setiap mahasiswa  membuat draf materi berbicara dengan mengacu pada  frase/kata yang sudah ditulis untuk memudah/memfasiltiasi mereka berbicara.
Sesudah itu, dosen menyuruh wakil kelompok/mahasiswa untuk latihan berbiciara sesuai dengan kemampuan dari apa yang sudah didengar. (Dalam hal ini dosen menyuruh kelompok kecil/mahasiswa berbicara secara bergiliran dan dosen mencatat dan menilai kualitas berbicara mahasiswa dengan merujuk pada materi utama yang diputar melalui tape/CD.) Dosen  memutar kembali materi dalam tape/CD secara berulang-ulang (2-3 kali) putaran untuk mengetahui progress perkembangan berbicara mahasiswa dengan urutan langkah ke 3- 5. Dosen menilai tingkat/kemampuan berbicara mahasiswa setiap putaran/sesi guna mengetahui fase-fase perkembangan berbicara mereka dengan membuat grafik pencapaian berbicara mahasiswa hingga jumlah yang sesuai dengan rancangan pembelajaran. Kemudian dosen memberikan remedial teaching bersama-sama mahasiswa membahas dan mengetahui esensi utama dari materi yang telah diputar dalam kaset/CD. Dosen selanjutnya memutar kembali untuk terakhir kalinya guna memastikan kembali esensi utama dari materi yang dipelajari. Denga langkah diatas  keterampilan mahasiswa akan jauh ebih meningkat dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak melibatkan mahasiswa secara aktif.
Dari hasil penelitian pada siklus kedua, menunjukkan bahwa terdapat perubahan (kompetensi) mahasiswa tentang keterampilan mengungkapkan makna dalam narrative teks dengan menerapkan listening exercise model. Selisih skor rata-rata postest dengan skor rata rata-rata pretest diperoleh sebesar 17.49. Selisih skor ini relatif menunjukkan perubahan yang besar. Dengan demikian Listening exercise model berhasil meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa karena mereka telah memiliki informasi melalui kegiatan Listening Exercise Model sebagai bahan berbicara. Selanjutnya melalui LEM mahasiswa terbantu untuk  mampu berbicara dari apa yang telah mereka telah dengarkan sebelumnya,  dan juga meningkatkan kualitas dan kuantitas kosa kata, tata bahasa dan pelafalan. Keseluruhan aspek aspek inilah yang membangun keterampilan berbicara mahasiswa kearah yang lebih baik.Penggunaan lembar outline struktur orgnisasi baik descriptive maupun narrative teks
juga membantu mahasiswa dalam mengorganisasi informasi yang didengarkannya.
       Demikian juga penggunaan rubrik  penyekoran untuk keterampilan speaking descriptive
dan narrative teksmembantu mahaisiswa untuk menyadari bahwa untuk mampu berbicara
dalam satu jenis teka mereka harus secara simultan menguasai bebrapa aspek yaitu kosa
kata, pelafalan, organisasi tekas serta fluency.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan penelitian ini disajikan sebagai berikut: 1).Penggunaan listening exercise model dalam pembelajaran speaking 1 dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan skor pada siklus kedua terdapat selisih skor rata-rata hasil belajar sebesar  17.49.dibandingkan dengan skor pretest 2). Mahasiswa menjadi lebih aktif dalam perkuliahan, hal ini terlihat dengan keaktifan atau partisipasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Mahasiswa lebih rileks dengan suasana menyenangkan dalam mendiskusikan materi perkuliahan 3). Secara umum, berdasarkan hasil wawancara, mahasiswa mengemukakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan listening exercise model  membuat mahasiswa lebih senang untuk mengikuti perkuliahan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan listening exercise model  membuat suasana perkuliahan lebih bermakna.
Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini, membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan listening exercise model dapat meningkatkan mutu perkuliahan dan hasil belajar mahasiswa meningkat. Untuk lebih meningkatkan hasil, maka dikemukakan beberapa saran yaitu: 1). Bagi mahasiswa hasil penelitian ini diharapkan menjadi motivasi untuk belajar mandiri dengan selalu mendengarkan pembicaraan bahasa Inggris untuk  meningkatkan speaking mereka. 2). Bagi dosen hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menggunakan model yang bervariasi 3). Dalam menerapkan pembelajaran listening exercise model, hendaknya dosen merancang rekaman materi sebanyak mungkin. 4). Bagi dosen/guru ebelum perkuliahan dimulai, hendaknya guru/dosen menjelaskan motede pembelajaran yang akan dilakukan dan meminta mahasiswa berpartisipasi secara aktif.

Daftar Pustaka

Ahmadi dan Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmadi. (1993), Cara Belajar Yang Mandiri dan Sukses, Solo : Aneka.
Arends, R.L. 1997. Classroom Instructional and Management Central Connecticut State Univercity. The McGraw Hill Companise. Inc.
Arikunto, S. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Azhar A., Media Pembelajaran, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Bloom, B.S., 1976. Human Characteristic and School Learning. New York:  MC. Grow-Hill Back Company.
Dick. W. and Raiser, RA. 1989. Palnning Effective Instruction. Boston : Allyuu and Bacon.
Gagne, 1985. The Conditiones of Learning and Theory of Instruction (4thEdition), New York : Holt, Rinehart and Winston.
Joyce, B and M. Weil. 1992. Model of Teaching, New York : Harper & Row
Kirk, R.E. 1982. Experimental Design : Procedures For The Behavioral Sciences, 2nd. California, Brooks/Cole Publishing Company.
Lie. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Roestyah. (1986). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudjana, 1989. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.
Suparno, P., 1997.Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yokyakarta: Kanisius
Suryabrata, 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Graindo Persada.
Usman dan Setiawati, 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: Rineka Rosdakarya.
Winkel, WS, 1989. Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia.

[1]Dra. Masitowarni Siregar, M.ED; Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra  Inggris – FBS Unimed
 
Leave a comment

Posted by on 02/05/2012 in Speaking

 

Tags: , , ,

Leave a comment